Halaman

Rabu, 26 Maret 2014

SEMPAT, PERNAH, MASIH.

"Oke, all memory has successfully deleted"
Ada rasa perih melanda ketika ia mengucapkan kalimat itu, lebih tepatnya saat ia mengirimkan kalimat itu melalui pesan singkat kami.
Kamu perlu tahu, kalian perlu tahu, kalau rasa itu masih ada.
Ya, bahkan sampai saat aku memintanya untuk melupakan apa yang pernah terjadi antara kami.

Kadang aku pun membingungkan semuanya. Ya, semua yang terjadi antara kami.
aku tidak pernah tahu kapan rasa hormatku padanya berubah menjadi rasa sayang.
Aku tidak pernah menghitung sejak kapan kami sering chatting, sampai-sampai kalau salah satu tidak membalas, komunikasi berpindah melalui sms.
Aku tidak pernah menyadari mengapa aku begitu rela menyegarkan mata hingga larut malam, hanya untuk sekedar chatting dengannya. Padahal, terkadang isi dari obrolan kami tidak bermutu sama sekali -_-.
Ia sering menyebutkan bahwa "isi chat kita itu kebanyakan alaynya".
Tapi yang aku tahu, rasa nyaman mengalahkan segalanya.

Pertama kali terbersit bahwa memang ada "apa-apa" diantara kami adalah, saat ia mulai menyebutkan bahwa ia merasa nyaman untuk hanya sekedar chatting dan berbagi cerita denganku.
Curhat, tertawa, bercanda, serius, gila-gilaan, adalah keseharian kami.
Sempat pula ia mengatakan bahwa ia memang pernah menyukaiku sejak pertama kali bertemu. Aku sendiri pun tidak tahu kapan pastinya. Beberapa tahun lalu mungkin. Saat keangkuhan masih menjadi image-nya di mataku.
Tapi nyatanya, semua pandanganku terhadapnya adalah tidak semua benar.
Ia tidak seangkuh yang kubayangkan, tidak sesombong yang kukira. Dan ia baik sekali, teramat sangat bahkan.
Sejak itulah rasa "aneh" dalam kalbu ini muncul.

Banyak sekali yang ia ajarkan padaku, kedewasaan, profesionalitas dalam bekerja, kesabaran, bagaimana cara bersikap, banyaaaak sekali. Dan aku menganggapnya benar - benar menjadi pengalaman berharga dalam hidup.
Kedewasaannya membuatku kagum, kemandiriannya membuatku berdecak.
Pribadinya membuatku merasakan sesuatu, lebih dari sekedar kagum.

Kami memang kebanyakan menghabiskan waktu untuk bercanda.
Tapi tidak sedangkal itu.
Dibalik semua bercandaan kami, banyak sekali hal kecil sampai besar yang tersirat. Termasuk mengenai hubungan kami.
Memang banyak sekali permasalahan, perbedaan tepatnya. Yang paling jelas adalah perbedaan usia.
7 tahun memang bukan perbedaan yang terlalu jauh, tetapi pandangan orang lain, pandangan orang tua bisa jadi lain lagi.

Entah dari mana awalnya, hubungan kami mulai tercium oleh orang tua dan keluarga dekatku.
Beberapa diantara mereka merasa baik - baik saja, beberapa lainnya menentang, bahkan melarang.
Berat. Sakit.
Dan yang paling jelas, aku tidak mengerti harus mengatakan apa padanya.
Karena aku sendiri pun tidak bisa memungkiri, bahwa rasa itu benar adanya.

Sampai pada suatu saat, aku mengutarakan keragu-raguanku tentang hubungan kami.
Ia beberapa kali meyakinkan bahwa kita memang harus mencoba, berusaha, bersama.
Tapi aku tahu persis bagaimana respon orang-orang terdekatku kelak.
Kami masih tetap menjalani hubungan kami seperti biasa.
Sampai akhirnya, aku memutuskan untuk menyerah. Aku ingin mundur saja.
Lagi - lagi, aku yakin bahwa ia merasa kecewa dan tersakiti mungkin oleh perkataanku.
Akhirnya ia pun menyerah.
Ia pun meng-iya-kan apa yang menjadi keputusanku.
Ya, keputusan yang hanya mengedepankan logika dan perasaan orang - orang terdekatku, sampai - sampai mengesampingkan perasaanku dan dia.

Hening.
Jarang sekali ada komunikasi.
Mungkin hampir tidak pernah.

Yang harus kamu tahu, yang harus kalian tahu, dan yang harus dia tahu.

Pena itu masih terus mengalirkan tinta, menuliskan namanya.
Jantung itu masih tetap berdegup kencang, jika bertemu dengannya.
Kali ini, aku tidak sanggup untuk menatap matanya.
Ya, mata yang pernah menjadi bagian dariku. Mata yang sering menatapku dalaaam sekali.
Ya Tuhan, perih sekali rasanya :'(
Saling menyayangi tetapi tidak bisa memiliki itu, lebih sakit daripada cinta bertepuk sebelah tangan.

Mungkin ini yang dinamakan takdir.
Rasa terima kasih harus kuutarakan pada semua pihak, mungkin.
Keadaan mengajarkanku untuk tegar, untuk ikhlas, dan untuk bersabar.
Walaupun pada saat itu aku tidak tahu harus berbuat apa. Aku tidak tahu harus mencurahkan isi hatiku kemana dan pada siapa.
Satu - satunya yang kuketahui adalah, aku harus tetap berjalan.




Terima kasih untuk rasa yang pernah kau tanam selama ini.
Terima kasih untuk sekian bulan yang begitu berkesan
Terima kasih telah menjadi salah satu pemeran utama dalam drama kehidupanku.
Terima kasih atas dimensi lain yang pernah kau toreh, yang membekas . Disini, di hatiku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar